Prakata
Pada pertengahan bulan Agustus tahun 2014, atas rekomendasi Bapak Soegeng Rahardjo, duta besar RI untuk Tiongkok, penulis mendapatkan kehormatan untuk mengikuti kegiatan diplomasi publik“Sahabat Presiden”yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Pada suatu acara kegiatan, Prof. Dr. Koh Young Hun yang dari Universitas Bahasa Asing Korea Selatan tersentuh dan mengatakan kepada Wakil Gubernur DKI bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama pada waktu itu, “30 tahun yang lalu, ketika saya menjadi mahasiswa prasarjana siap mempelajari bahasa Indonesia, guru saya pernah memberitahu saya, Indonesia adalah suatu Negara berkembang besar yang sangat potensial. 30 tahun hari ini, saya ulangi perkataan itu kepada murid saya, mohon tanya, kapan saya tidak lagi mengulangi perkataan itu? ”Bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama segera menjawab,“Indonesia tidak akan tinggal diam di masa lalu, Indonesia sedang mengalami perubahan, sedang maju, sedang bangkit, bila tidak, kita akan ditinggalkan oleh zaman”.
Sesungguhnya, saat itu dalam hati Wakil Gubernur Ir. Basuki Tjahaja Purnama sangat jelas, dalam 5 -10 tahun mendatang, Indonesia akan mengalami perubahan seperti apa, karena Presiden yang siap dilantik itu adalah mitra kerjanya, yakni Gubernur incumbent DKI Bapak Joko Widodo.
Pada tanggal 20 bulan Oktober tahun 2014, Bapak Joko Widodo dilantik menjabat Presiden ke - 7 Republik Indonesia. Perdana Menteri Singapura Lee Husien Loong, Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Australia Tony Abbott, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry, Utusan khusus Presiden Xi Jinping, Wakil Ketua Kongres Nasional Rakyat Tiongkok Yan Junqi, dan lain-lain sejumlah tamu kehormatan luar negeri hadir dalam upacara pelantikan. Pidato Jokowi yang sederhana pada upacara pelantikan, gaya tangan yang antusias serta cara perayaan yang merakyat, telah menjadi sorotan dunia. Majalah Amerika“Time”menempatkan beliau sebagai cover majalah, melukiskan beliau sebagai“Harapan Baru”Indonesia. Berbagai media menyebutnya sebagai“Presiden Dari Akar Rumput”, “Anak Tukang Kayu”“Obama Indonesia”, kata intinya hanya satu, yaitu“Perubahan”.
Lalu Pak Jokowi yang disebut sebagai“Orang diluar Politik”, apakah dapat membawa perubahan bagi Indonesia?
Pak Jokowi berhasil melangkah masuk istana, merupakan suatu terobosan tradisi politik pilpres harus“beruang atau berkuasa”. Ayahnya sorang tukang kayu rakyat jelata, ibunya seorang ibu rumah tangga, waktu kecil tinggal di rumah kumuh di bantaran sungai, dan terpaksa tiga kali harus pindah karena digusur. Sewaktu Sekolah Menengah tidak diterima oleh SMA favorit, tapi dapat masuk Universitas bergengsi. Sewaktu berdagang pernah tertipu dan hampir bangkrut, tapi kemudian bangkit kembali. Belum pernah bercita-cita terjun ke dunia politik, namun suatu pengalaman yang tidak disengaja, membuat beliau dari pengusaha mabel hingga kedudukan Walikota, Gubernur dan Presiden“melompat empat tingkat”, bahkan dalam tempo tidak sampai 10 tahun.
Inilah pengalaman Pak Jokowi, beliau dipandang sebagai“idola pujaan”media setempat. Media melukiskan beliau sebagai pemimpin yang unik, lugu, nyentrik dan sederhana. Satu“politikus baru”yang demikian bagaimana memainkan peran dan kelangsungan hidup dalam lingkungan politik transformasi Indonesia, apakah beliau dapat memimpin Indonesia masuk ke jajaran“negara-negara BRIC”, dan terwujud“kebangkitan”yang sesungguhnya? Patut kita mengamati dan memikirkannya.
Indonesia, negara dengan populasi ke - 4 terbesar di dunia, merupakan negara muslim terbesar di dunia, badan ekonomi terbesar di ASEAN, serta anggota penting dari negara G20 dan APEC. Memasuki abad ke 21, terutama sejak tahun 2005 mendatang, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 9 tahun berturut-turut bertahan diatas 5 %, oleh banyak investor internasional dimahhotai dengan berbagai reputasi badan ekonomi berkembang, merupakan negara yang paling berpotensi masuk ke jajaran“negara-negara BRIC”.
Saat ini, baik di kalangan media maupun di kalangan akademi internasional, orang mulai ramai memperbicangkan gejala“kebangkitan Indonesia”. Mereka beranggapan, Indonesia dengan memiliki sejumlah besar tenaga kerja muda Asia, sumber daya alam yang berlimpah, pasar domestik yang luas serta lingkungan politik dalam negeri yang stabil, tiada alasan tidak bangkit, bahkan ada media yang menyebutnya sebagai“Tiongkok kedua di Asia”.
Pada bulan November tahun 2014, Presiden Jokowi untuk pertama kali berkunjung keluar negeri, telah memilih mengikuti Konferensi APEC di Beijing. Tidak diragukan, oleh karena kedudukan dan peran Indonesia di masyarakat internasional kian hari kian meningkat, ditambah“karisma pribadi”Pak Jokowi, Pak Jokowi menjadi salah satu pusat perhatian dalam konferensi tersebut. Dalam foto bersama para pemimpin konferensi, Pak Jokowi dengan Presiden Xi Jinping, Presiden Obama dan Presiden Putin berdiri bahu-membahu, ini mencerminkan negara yang diwakili Jokowi-pentingnya kedudukan Indonesia. Banyak pemimpin negara besar ingin bertemu dan mengadakan pembicaraan dengan Pak Jokowi. Bahkan Obama juga menyatakan ingin mengadakan hubungan baik dengan Presiden Jokowi, serta menggunakan bahasa Indonesia menyapa Pak Jokowi.
Sementara itu, Presiden Jokowi sangat tertarik pada pengalaman kebangkitan Tiongkok, selama di APEC, beliau aktif bertukar pengalaman pemerintahan dengan Presiden Xi Jinping. Strategi“Poros Maritim”yang dikemukakan Pak Jokowi dengan gagasan Presiden Xi Jinping“Satu Jalur Satu Jalan”memiliki banyak titik temu. Sebagai pemimpin ASEAN, serta negara pusatnya orang keturunan Tionghoa, perkembangan Indonesia dengan perkembangan Tiongkok saling berkaitan, kedua negara saling berpeluang pengembangan.
Tahun 2015 adalah peringatan ke - 65 terjalinnya hubungan diplomatik Tiongkok dengan Indonesia, peringatan 10 tahun penandatanganan kemitraan strategis Tiongkok dengan Indonesia, juga peringatan ke-60 Konferensi Asia-Afrika, diatas berbagai sendi historis tersebut, buku ini melalui deskripsi dan analisis pengalaman legenda Presiden Jokowi, memandang kedepan kebijakannya dalam negeri dan luar negeri yang akan datang, berupaya membuka suatu jendela baru bagi pembaca untuk memahami Indonesia masa kini, turut mendorong dan memberi sedikit kontribusi bagi perkembangan hubungan Tiongkok Indonesia.
Xu Liping
28-02-2015 di Beijing